Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga

"Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga". Pasti hampir setiap kita pernah mendengar bahkan membaca akan pepatah ini. Dalam artian sebenarnya seperti segelas susu murni diberi warna setetes, maka yang akan terjadi warna setetes tersebut akan menyebar ke seluruh gelas susu. Alhasil, segelas susu tadi tak lagi murni bening namun sudah menjadi susu berwarna. Jika dianalogikan dalam kisah kehidupan manusia, tentu akan banyak makna yang terkandung dan juga bisa memberi beragam arti bagi siapa saja yang menginterpretasikan nya. 

Umumnya, pepatah atau peribahasa ini diartikan misalnya karena satu keburukan yang terlihat akan hilang ribuan kebaikan yang terlihat. Manusia terkadang memiliki sifat ingin lebih baik atau merasa dirinya baik-baik saja di hadapan orang lain. Beragam cara dilakukan untuk membentuk image atau kepribadian yang baik. Namun, jika satu saja keburukan kita terlihat, dalam waktu singkat kita sudah mendapat banyaknya stempel buruk tentang kita. Padahal belum tentu benar adanya. Pun jika memang itu satu keburukan, namun hal yang sebenarnya terjadi tidaklah demikian adanya. Disini lah pentingnya "membatasi diri" terhadap apapun yang dapat menjerumuskan kita di suatu saat. Sebagai seorang muslim, tentu kita memiliki pedoman hidup yaitu Al-Qur'anul Karim yang menjadi "pembatas diri" kita untuk melakukan atau tidak melakukan satu hal, apapun itu. Iya, apapun itu. Karena sekecil apapun persoalan dalam hidup manusia, Allah sudah menyampaikan nya di surat-surat cinta-Nya untuk kita. 

Allah sudah memberi bekal untuk manusia menjalani hidupnya. Bahkan sudah tertera dalam Lauhul Mahfuz akan perjalanan hidup sebelum dilahirkan. Dan, Allah sudah memiliki banyak cara untuk menolong kita lepas dari satu kesulitan dan kesulitan lainnya. Sayangnya manusia seringnya lalai untuk menerima "kode cinta" dari Allah agar manusia senantiasa tetap mengingat-Nya dalam keadaan apapun. Namun, hari ini semakin canggih teknologi semakin cepat manusia berkenalan dan semakin mudah memberi ujaran-ujaran kebencian terhadap seseorang yang belum tentu kebenarannya. Jari jemari kita terlalu lemes untuk menulis ragam komentar terhadap hal-hal yang sekiranya belum teruji kebenarannya. Namun seakan kita sudah menjadi Tuhan yang dapat memberi penghakiman terhadap hal-hal itu. 

Manusia tempatnya khilaf dan dosa. Tak ada yang sempurna. Sebuah kewajaran kita memiliki masa-masa di hidup dimana hanya diisi dengan berbagai kebohongan atau kejahatan, namun Allah memberi banyak kesempatan kepada kita untuk berubah bukan? Apa buktinya? Salah satunya ya dengan nafas kita. Sampai hari ini, alhamdulillah saya masih diberi kesempatan oleh Allah untuk terus memperbaiki diri, InsyaAllah. Kita punya hak untuk berpendapat, namun jika manusia beretika tentu bisa memberi cara yang lebih baik ketika berpendapat tanpa harus melabeli sesuatu dengan hal negatif atau tanpa tabayyun terlebih dahulu. Tak mengapa dulu kita pernah di jalan yang salah, kini saatnya mulai merombak dan melanjutkan hidup dengan berubah lebih baik, memberi lebih banyak, dan tetaplah hidup untuk diri dan juga keluarga. 

Semoga Allah memberkahi kehidupan kita hingga bertemu dengan-Nya. Aamiin

Ditulis pada Jumat malam, detik cinderella. 

Salam hangat, Eno Nf. 
Reactions

Posting Komentar

0 Komentar