Ala Bisa Karena Terbiasa (Part 2 dan 3)
Dulu
kami mengenal ujian kelulusan dengan USBN. Alhamdulillah saya dan teman-teman
berhasil lulus untuk ujian kelas enam saat itu. Bapak menginginkan saya masuk
ke salah satu SMP Negeri di Cilegon. Setelah mendapat beberapa informasi dari
teman beliau dan juga dari guru-guru di sekolah, Bapak membantu saya mengurusi
persyaratan yang dibutuhkan. Saat itu untuk masuk ke SMP Negeri masih
menggunakan dengan nilai raport saja, tak ada tes.
Bagi
saya, saat membantu Bapak menemani persyaratan masuk SMP merupakan pertama
kalinya saya mengenal Kota Cilegon lebih luas. Dulu, saya hanya boleh diizinkan
bermain di sekitar rumah atau di daerah yang tak terlalu jauh dari rumah. Jadi,
saya kuper banget daerah Cilegon. Sampai sekarang juga sih. 😅
Singkat
cerita, alhamdulillah saya diterima di salah satu SMP Negeri terfavorit di
Cilegon. Alhamdulillah, saya bangga bisa merasakan belajar disana. Tapi, saya
tidak bangga menjadi pribadi yang lain dari sebelumnya. Dengan berani, saya
berlepas hijab saat masuk awal SMP, selama satu tahun saya memberanikan diri
tak berhijab. Campur aduk rasa kala itu, terlebih Orang tua sangat menentang
keputusan saya. Namun, keegoisan yang tinggi, saya tak menghiraukan mereka.
Astagfirullah,
jika mengingat masa-masa jahiliyah dulu tak pernah terpikir rasanya mengapa
saya bisa begitu sombong dan ceroboh melakukan sesuatu yang tak disukai Allah.
Dulu, mungkin saya merasa bangga, karena saya merasa bisa berbaur dengan teman
lainnya, ternyata itu adalah sebuah kesalahan. Bapak memberikan ultimatum keras
jika saya masih ingin tak berhijab, Bapak akan memindahkan saya ke Jawa,
sekolah yang sangat terpencil dan jauh dari Orang tua. Akhirnya, saya terpaksa
kembali berjilbab saat masuk tahun kedua di SMP tersebut. Hanya untuk menuruti
perintah Orang tua.
Akhirnya,
saya kembali berhijab. Dan masih belum tahu hukumnya saat itu, yang saya tahu
Orang tua saya tak akan bosan untuk terus mengingatkan saya, "kalau diluar
rumah wajib pake jilbab. Titik." Lalu, saya pun mulai terbiasa berjilbab
yang biasa-biasa pula.
Berada
di keluarga yang cukup paham tentang Agama, saya sangat bersyukur karena
setidaknya saya diajarkan untuk menjauhi hal-hal yang dilarang dalam agama.
Orang tua memberi peringatan keras akan hal itu. Apalagi, saya satu-satunya
anak perempuan di keluarga kecil saya. Banyak larangan-larangan kala itu. Masa
tiga tahun di SMP pun terlewati. Alhamdulillah saya dan teman-teman kembali
berhasil lulus, walaupun nilai pas-pasan.
Bapak
kembali menginginkan saya masuk ke sekolah negeri, karena menurut Bapak sekolah
negeri itu yang terbaik dan tentu saja sesuai kantong untuk biaya sekolahnya.
Alhamdulillah, Allah kasih kesempatan saya bisa masuk ke salah satu SMA Negeri
ternama di Cilegon. Saya mulai beradaptasi kembali dengan lingkungan yang baru.
Di sekolah baru, saya bertemu dengan teman-teman baru. Dan di sekolah ini juga
saya baru mengerti mengapa saya berhijab. Bahkan wajib.
Awal
masuk SMA tentu saja akan melewati masa-masa perkenalan siswa baru dulu dikenal
dengan Masa Orientasi Siswa (MOS). Bagaimana acara MOS dulu? Jangan ditanya,
angkatan 2000-n pasti tahu kan gimana rasanya. 😎 Namun,
saya sangat bersyukur, karena saya bisa merasakan manfaat nya saat ini ketika
kita benar-benar diberi ujian hidup yang lebih bermakna, daripada sekedar
mencari nasi bermuka buruk, bawa pisang satu sisir, dateng pagi dan berjalan
jauh dulu menuju sekolah, ah mengenang masa itu tak akan terlupakan.
Satu
tahun pertama di SMA, saya masih berhijab sangat biasa dan tak menutup dada.
Masih inget banget, saya sering menggunakan jilbab berlabel sekolah SMP kala
itu. Karena saya tipe yang akan terus menggunakan satu barang, jika saya
merasa nyaman, sampai benar-benar rusak atau robek. "Bilang saja
irit!"
Singkat
cerita, saya menemukan makna sebenarnya dalam berhijab. Tak hanya sekedar
selembar kain yang menutup aurat perempuan tetapi juga sebagai identitas diri
bahwa kita seorang muslimah sejati. Saya mulai belajar berhijab menutup dada,
awalnya terasa panas dan tak terbiasa. Semua gerak-gerik kita terasa terbatas.
Tak bisa bergerak bebas dan seperti ada ikatan yang membuat kita menjarak untuk
melakukan sesuatu yang buruk. Allah berfirman :
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al
ahzab ayat 59).
Dan terdapat
juga dalam Ayat yang lain,
Q.S.
An-Nur/24:31
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar
mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya (aurat-nya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam)
mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua)
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua
kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Semoga dengan kita Istiqomah di jalan-Nya membuat
hidup kita lebih bermakna dan bernilai ibadah. Aamiin allahumma aamiin. Terimakasih
yang sudah berkenan membaca tulisan ini. Karena sejatinya, seorang muslimah
akan terlihat dengan perbedaan yang terlihat dari luar yaitu hijab. Allah tak
akan pernah menyulitkan hamba-hamba-Nya, apalagi jika kita mau mengikuti
perintah-Nya dengan tulus ikhlas. Jadi, belajarlah memperbaiki hati, sambil
berjilbab akan sangat lebih baik. Manusia bukanlah tempat kesempurnaan, tapi
menuju sempurna itu sebuah keharusan. Wallahua'lam.
0 Komentar